Perusahaan
berkembang atau perusahaan besar memiliki tanggung jawab yang besar untuk
mengungkapkan kegiatan sosial perusahaan yang dinyatakan dalam laporan setiap
tahun nya. Tanggung jawab sosial adalah suatu konsep bahwa organisasi,
khususnya perusahaan adalah memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen,
karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek
operasional perusahaan.
Kali ini saya akan
membahas tentang Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Lingkungan , tepat
nya kasus pada tanggal 27 Mei 2006 . Awalnya lumpur itu menyembur di sebuah
sawah dekat tempat pengeboran gas yang di miliki oleh Lapindo Brantas.
Lokasi semburan lumpur ini
berada di Porong, yakni kecamatan di bagian selatan Kabupaten
Sidoarjo, sekitar 12 km sebelah selatan kota Sidoarjo. Kecamatan ini
berbatasan dengan Kecamatan
Gempol (Kabupaten
Pasuruan) di sebelah selatan.Lokasi pusat semburan hanya berjarak 150 meter dari sumur Banjar Panji-1 (BJP-1), yang merupakan sumur eksplorasi gas milik Lapindo Brantas Inc sebagai operator blok Brantas. Oleh karena itu, hingga saat ini, semburan lumpur panas tersebut diduga diakibatkan aktivitas pengeboran yang dilakukan Lapindo Brantas di sumur tersebut. Pihak Lapindo Brantas sendiri punya dua teori soal asal semburan. Pertama, semburan lumpur berhubungan dengan kesalahan prosedur dalam kegiatan pengeboran. Kedua, semburan lumpur kebetulan terjadi bersamaan dengan pengeboran akibat sesuatu yang belum diketahui. Namun bahan tulisan lebih banyak yang condong kejadian itu adalah akibat pemboran.
Lokasi semburan lumpur tersebut merupakan kawasan pemukiman dan di sekitarnya merupakan salah satu kawasan industri utama di Jawa Timur. Tak jauh dari lokasi semburan terdapat jalan tol Surabaya-Gempol, jalan raya Surabaya-Malang dan Surabaya-Pasuruan-Banyuwangi (jalur pantura timur), serta jalur kereta api lintas timur Surabaya-Malang dan Surabaya-Banyuwangi,Indonesia
Penyebab terjadinya lumpur lapindo yaitu di sebabkan karena kegiatan PT Lapindo di dekat lokasi itu . Diperkirakan bahwa Lapindo, sejak awal merencanakan kegiatan pemboran ini dengan membuat prognosis pengeboran yang salah . Setelah kedalaman 9297 kaki, akhirnya mata bor menyentuh batu gamping. Lapindo mengira target formasi Kujung sudah tercapai, padahal mereka hanya menyentuh formasi Klitik. Batu gamping formasi Klitik sangat porous (bolong-bolong). Akibatnya lumpur yang digunakan untuk melawan lumpur formasi Pucangan hilang (masuk ke lubang di batu gamping formasi Klitik) atau circulation loss sehingga Lapindo kehilangan/kehabisan lumpur di permukaan.
Bahkan volume lumpur lapindo di Sidoarjo yang keluar dari perut bumi sekitar 100.000 meter kubik perhari, yang tidak mungkin keluar dari lubang hasil "pemboran" selebar 30 cm.
Dampak dari kasus Lapindo :
·
Lumpur
menggenangi 16 desa di tiga kecamatan. Semula hanya menggenangi empat desa
dengan ketinggian sekitar 6 meter, yang membuat dievakuasinya warga setempat
untuk diungsikan serta rusaknya areal pertanian.
·
Sekitar
30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan
merumahkan ribuan tenaga kerja. Tercatat 1.873 orang tenaga kerja yang terkena
dampak lumpur ini.
·
Tidak
berfungsinya sarana pendidikan (SD, SMP), Markas Koramil Porong, serta rusaknya
sarana dan prasarana infrastruktur (jaringan listrik dan telepon)
·
Kerusakan
lingkungan terhadap wilayah yang tergenangi, termasuk area persawahan
·
Tak
kurang 600 hektar lahan terendam.
·
Dan
masih banyak lagi yang di sebabkan oleh Lumpur Lapindo sampai saat ini
Upaya Penanggulangannya :
Sejumlah upaya telah dilakukan untuk
menanggulangi luapan lumpur, diantaranya dengan membuat tanggul untuk
membendung area genangan lumpur. Namun demikian, lumpur terus menyembur setiap
harinya, sehingga sewaktu-waktu tanggul dapat jebol, yang mengancam
tergenanginya lumpur pada permukiman di dekat tanggul. Jika dalam tiga bulan
bencana tidak tertangani, adalah membuat waduk dengan beton pada lahan seluas
342 hektar, dengan mengungsikan 12.000 warga.